Menulis adalah lentera di tengah badai kehidupan
Posted by Unknown 21.54.00 in


Oleh : Susana Nisa

Anak adalah amanah terbesar bagi kedua orang tua. Ia merupakan investasi abadi untuk kebahagiaan dunia dan akherat bagi bapak ibunya. Yang dimaksud investasi disini berkenaan dengan watak dan kepribadian anak yang bersangkutan, apakah ia termasuk anak yang baik, taat dan bakti kepada orang tua, atau malah sebaliknya. Seorang anak yang berbakti kepada orang tua, ia akan mengerti akan tanggung jawab dan kewajibannya terhadap keluarga dan ibu bapaknya, baik semasa mereka masih hidup maupun setelah meninggal.

 Karena tak ada lagi yang mampu menolong seseorang yang telah meninggal dunia, kecuali tiga perkara yaitu, ilmu yang bermanfaat, harta yang disedekahkan dan doa dari anak yang sholeh. Oleh karena itu, memiliki putra-putri yang berbakti adalah harapan setiap orang tua. Tentunya, hal itu dapat dicapai jikalau kedua orang tua mampu mendidik buah hati mereka dengan penuh kasih sayang dan mengajarkan kebaikan kepada mereka.

 Hal itulah yang membuat seorang ibu bernama Musyarofah, salah satu buruh migran Indonesia (BMI) Hong Kong, lebih mengutamakan pendidikan akhlak dan pribadi yang tangguh serta mandiri kepada kedua putra kembarnya, Muhammad Nikmal Anas Alhadi dan Muhammad Nikmal Anis Alhuda.



Perempuan lembut nan bersahaja yang akrab disapa ibu Afa ini mengatakan, bahwa kualitas waktu dan nasehat serta dukungan moralitas memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk watak dan kepribadian seorang anak. Apalagi dengan situasi seperti saat ini, dimana ibu yang merupakan madrasah utama untuk mendidik karakter sang buah hati, berada jauh di negeri seberang.

“Saya ini single parent, orang tua tunggal bagi kedua putra saya. Meski demikian, saya tidak pernah berkecil hati lalu menyerahkan pendidikan mereka kepada keluarga di rumah, dalam hal ini nenek mereka. Saya paham betul kapasitas ibu yang sudah berumur dan pastinya sangat menyayangi dan memanjakan mereka. Karenanya, sebisa mungkin saya meluangkan waktu untuk intens berkomunikasi dengan kedua anak kembar saya.
Memberikan nasehat, saran, pujian bahkan hukuman yang bersifat mendidik jika mereka melakukan kesalahan. Selalu saya tekankan kepada mereka untuk terus bersemangat mempelajari ilmu agama dan membaca Al Qur’an. Itu sebabnya, saya memasukkan mereka ke pondok pesantren di daerah Probolinggo. Hal itu saya lakukan, karena tidak ingin mereka terpengaruh oleh pergaulan yang tidak baik di daerah tempat tinggalnya.
Alhamdulillah, keduanya mengerti dan bisa menerima keinginan saya,” paparnya sumringah.

 Saat ini, ibu Afa dapat berbangga hati karena kedua putra kembarnya telah berhasil menjadi sosok yang ia harapkan. Si sulung, yang akrab dipanggil Hadi adalah mahasiswa di STAIN Jember, jurusan Tafsir Qur’an, sedangkan Huda si bungsu sedang menimba ilmu di Perguruan Tinggi Ilmu Al Qur’an (PTIQ) Jakarta, jurusan Tarbiyah. Tidak hanya berhasil di bidang akademik umum, kedua putra bu Afa juga seorang santri di pondok pesantren Darul Qur’an, Kraksaan, Probolinggo. Bahkan keduanya adalah penghafal (hafidz) Al Qur’an. Suatu kombinasi prestasi yang membuat sang ibu begitu bersyukur dan bangga pada keduanya.

 “Sungguh karunia tak terhingga memiliki putra-putra seperti mereka. Saya sangat bersyukur diberi kelancaran untuk selalu mendidik mereka meski terpisah jarak, tapi kemudahan itu selalu ada. Inilah nikmat dari Allah swt, karena jika saat merantau di negeri beton ini saya hanya fokus mencari harta dengan mengabaikan pendidikan moral dan spiritual kedua putra saya, maka saat kembali menghadap-Nya, tak ada yang saya bawa selain kain kafan di badan. Namun, dengan apa yang telah dicapai oleh Hadi dan Huda, in syaa Allah mereka yang akan selalu mendoakan, ketika maut telah menjemput saya. Segala usaha untuk mendidik mereka, insya Allah termasuk ke dalam amal jariyah yang tidak putus pahalanya, meskipun saya sudah tiada,” ujarnya dengan penuh rasa syukur.

 Ibu Afa juga berpesan, agar jangan terlalu memburu dunia dan harta sampai melalaikan keadaan psikis, akhlak dan batin anak-anak yang ditinggalkan di kampung halaman. Karena keberhasilan secara materi tiada guna sama sekali, jika buah hati tak memiliki tata karma, bahkan memiliki mental dan perilaku yang tidak terpuji. “Sekali lagi, anak kita adalah harta dan investasi berharga bagi orang tuanya. Maka berikan mereka dasar pendidikan agama yang sempurna, sehingga saat mereka dewasa tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan di sekitar yang kurang baik. Karena jiwa dan pribadi yang santun dan berbudi pekerti luhur, tentunya mampu menyaring setiap hal buruk yang ada di sekelilingnya,” pesannya pada sesama buruh migran di Hong Kong.


NB :
# Artikel ini adalah tulisan mentah saya, sebelum termuat di Koran Suara.

#Sedangkan Artikel yg sama milik saya dan tentunya sudah mengalami pengeditan oleh editor Koran Suara, telah termuat di rubrik Feature, Koran Suara pada Juli 2015

#Silahkan share dg mencantumkan nama penulis


Popular Posts

Blogroll

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

Translate

Cari Blog ini

Search