Sudah menjadi rahasia umum kalau para pembokat kelas kakap di negeri ‘Oem Andy Lau’ ini, selalu beronline ria selama 24 jam, full non stop (sambil nunjuk jidat sendiri, hahaha). Fasilitas internet yang lancar jaya dan kebutuhan informasi yang up to date, membuat para kungyan bergelar pahlawan devisa di Hong Kong selalu lengket dengan Hp mereka. Dari bangun tidur yang pertama kali di cari ya cell phone. Sampai jelang waktu istirahat di malam hari, si telpon genggam selalu ada di dekat mereka. Apalagi yang memiliki kekasih di dunia maya, waduh, cece jenis ini yang pastinya tak bisa berpisah meski hanya sedetik dengan sau da tinwa mereka. Padahal jika mau sedikit saja berpikir secara jernih, cie…jernih? Air kali yah hehehe, sebenarnya yang diajak pacaran itu ya telpon genggam. Dengan beberapa aplikasi seperti wosep, line dan be be em, kata-kata mesra, flying kiss dan apalah lainnya, hanya sebatas tulisan dan imoji di layar HP. So, yang sejatinya diajak berkencan tiap hari selama bertahun-tahun, lagi-lagi ya si cell phone. Sebuah fenomena menyedihkan. Dan wabah seperti ini, sebenarnya adalah sebuah penyakit kronis yang menjangkiti setiap manusia di era membludaknya gajet-gajet canggih saat ini. Termasuk penulis dan kroni-kroninya hahaha.
Cerita kali ini berhubungan erat dengan hubungan simbiosis un-mutualisme antara seorang anak manusia yang merantau ke negeri seberang demi meraih mimpi dan harapannya dengan sebuah benda yang disebut sau da tinwa. Siapakah tokoh utama dalam cerita kali ini? Eng ing eng….tak lain dan tak bukan adalah salah satu sobit saya yang tahun depan memutuskan akan ber-good bye dan dha dha Hong kong selamanya. Sebut saja namanya Rani. Doski sudah mbalelo dan mbahureksa di Negeri Beton lebih dari satu dasawarsa. Selama rentang waktu tersebut, ia pun masih setia dengan sang arjuna yang selalu memberikan kehangatan dan semangat meski hanya lewat benda berwujud telpon genggam. Dari pagi, siang , sore, malam bahkan pagi lagi, Rani selalu memelototi telponnya. Jadilah kerja utamanya adalah bergingkai dan beronline ria. Untuk tugas negara seperti bersih-bersih rumah de el el, itu mah kerja sambilan hahaha.
Hari itu, 5 November 2015 pukul 9 pagi (yeileh kayak nulis diari saja ya pembaca hehehe), doski yang memiliki lopan super sibuk, sudah ongkang-ongkang kaki di dapur menikmati sarapan sembari wosep-an dengan arjuna wiwaha di jawa dwipa sana. Tuan, nyonyah dan momongannya telah berangkat menuju tempat tugas mereka. Jadilah Rani seorang diri di rumah majikannya. Tidak ada kamera pengawas atau cctv. Sehingga doski bebas untuk ber-apa saja semaunya. Lupakan dulu cucian yang menggunung. Piring, gelas dan peralatan makan yang masih teronggok manis di meja makan. Baginya, hal utama adalah menyapa sang kekasih tercinta sambil sarapan. Rani nampak berhahaha hihihi sesekali bermuah-muah dengan wajah sumringah bersemu merah. Haduh alay banget yak? Padahal yang dimuahin juga telpon genggamnya buwahaha. Nah, disaat doski sedang asyik itulah, tanpa sadar tangan kirinya meraih sebuah gelas terlarang. Lalu tanpa melihat kearah gelas itu (ya iyalah.. kan matanya melototi Hp hihihi), ia segera saja meneguk minuman yang ada di dalamnya. Seteguk dua teguk, kok beda rasa dari kopi yang telah ia seduh digelasnya. Penasaran, ia pun mengalihkan pandangannya dari layar Hp ke gelas di tangan kirinya. Demi melihat apa yang ada di dalam gelas itu, Rani segera berhoek-hoek menuju wastafel dan membasuh mulutnya berkali kali. Ternyata oh ternyata saudara sekalian, gelas yang ia raih adalah milik Ndoro Putri dan masih ada sisa susu cair di dalamnya. Kalau sudah begini, namanya kuwalat atau karma ya? hahaha!
Susana Nisa
Artikel saya ini termuat di rubrik DKDC Koran Suara
0 comments:
Posting Komentar