Februari 2016, saya berkesempatan untuk pulang kampung (cuti) ke tanah air selama 17 hari. Setelah hampir sewindu saya menahan kerinduan dan cinta untuk keluarga di rumah. Pasti pembaca bingung kan? Sewindu? Lama amir…eh lama amat San? Bukannya tiap 2 tahun kontrak berakhir, setiap TKI berhak mendapatkan cuti pulang kampung? Nah kamu, sewindu itu 8 tahun cyiinnn…ngapain tidak cuti heh? Well, katakanlah saya yang seorang jomblo berhati mulia hahay, kerasan numpang hidup, nginep, kerja, makan de el el di negeri mas Bosco wong ini. Gimana ga kerasan, coba? Alhamdulillah lopan super baik, pekerjaan simple dan internet 24 jam lancar juaya, meski saya terkadang harus bertengger di jendela kamar untuk mendapatkan sinyal, hahaha, gitu kok lancar San! Ya, iyalah lancar, cuman untuk loading video dan sebangsanya yang lemot. Sedangkan wosep, fesbuk mah lancar puol. Jadi sewindu terasa seminggu hehehe.
Yah, inilah salah satu keuntungan kaum jomblo berhati mulia. Kagak ada yang angen-angen alias arep-arep. Nah ibu kamu? Oh ya, paling yang merindukan saya hanya emak tercinta. Yang semenjak saya merantau untuk kedua kalinya ke Negeri Beton 2009 lalu, selalu menanyakan kapan saya cuti pulang kampung? Dan berkali-kali pula saya memupuskan harapannya. Oh, insya Allah rioyo tahun ngarep mak e, begitu jawab saya. Sepurane ya mak (. Hingga 7 kali hari raya terlewati, saya belum juga mengambil cuti.
Ada rasa bersalah sebenarnya, tapi Alhamdulillah, emak paham dengan sifat putrinya yang beda dengan gadis lainnya. Cie…special in every single thing...that’s me hahaha, kecap mah dimana-mana nomer 1, ya gak? Terus, brader brader kamoh? Mereka kagak miss you apa? Yei leh, mereka mah, ngomong kangen di telpon doang. Mereka paling risih kalo ayas di rumah. Kenapa? Karena saya adalah tipe seorang mbak yang cerewet puol! Dijamin mereka kagak bisa tidur pulas saat saya cuti. Hari-hari mereka bagaikan dalam penjara, karena saya menerapkan sistem militer di rumah. Rumah harus bersih, wangi dan tertata rapi. Tidak boleh ada handuk, gombal, baju atau apalah cemlentang sana sini. Everything must be tidy. Karena sikap saya itu, ketiga brader saya menyematkan nick name, Cino Hong Kong muleh, kalau saya ada di rumah, hahaha. Tapi saya tahu, mereka begitu menyayangi saya dengan cara mereka masing-masing. Kakak dan kedua adik saya, adalah oase yg tdk pernah kering. Mereka seperti air yg selalu menyejukkan setiap kali sifat ngambek, marah dan arogan saya kumat. For me, they are the best gift in my life. I feel fortunate to have them as my siblings.
Mungkin mereka yg merasa nelongso memiliki saudara perempuan seperti saya. Wes cuueerewet, ngueyelan, nguamukan, buawel hhhh...bersabarlah brods, 'coz I love you all :-)
Sebagai anak perempuan satu-satunya, seharusnya saya memiliki hak mutlak untuk di sayang, dimanja dan dilindungi. Tetapi, seperti yang saya tulis sebelumnya, bahwa saya beda and nyleneh dari kebanyakan gadis lain. Karena itu, saya lebih senang merantau untuk merangkai, merajut dan mewujudkan semua impian yang ada di batok kepala saya. Jika gadis lain memakai high heels, maka saya lebih suka memakai sandal jepit. Jika cewek lain suka memoles wajah dengan make up dan bibir bergincu, saya sebaliknya. Wajah selalunya kumut-kumut, berminyak. Namun satu yang patut saya syukuri, bibir sensual dan sexy buwahhahaa, sensor! Sejak kecil tumbuh dengan ketiga saudara laki-laki, empat orang keponakan laki-laki, membuat saya berjiwa maskulin, eits…ojo suudzon ker, ayas mah normal, masih suka dengan lawan jenis atawa lelaki, buktinya? Sila cekidot akun fesbuk Susana Nisa dah, noh sana klik n cek, betapa aike tergila-gila dengan Hyun Bin (Binnie) oppa, Sarang hae, saranganta oppa mumumu:*
Jadi berjiwa maskulin dalam artian, memiliki semangat juang, tegar laksana karang, karena saya merasa terlahir sebagai seorang fighter and not a player. Hal itulah yang membuat saya betah berlama-lama hidup jauh dari sanak keluarga. Bukan tidak merindukan mereka, cuman ada beberapa hal yang cukuplah saya dan Maha Pemilik Cinta yang mengetahuinya, top secret!
Sekarang kembali ke topik awal sesuai judul yang saya tulis. Pengalaman transit pertama di Bandara Soetta, Cengkareng. Meski sejak 2003 saya sudah merantau ke negeri antah berantah, kemudian 2004 akhir saya pulang kampung. Lalu Mei 2005, untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Negeri Bauhinia ini, dan 2009 awal saya pulang. September 2009 saya kembali mengepakkan sayap terbang ke langit Hong Kong hingga saat ini. Selama itu pula, saya tidak pernah melewati bandara Soekarno Hatta. Saya terbang ke negara tujuan dari bandara Juanda Surabaya dan hanya transit di Bandar Seri Begawan, Brunei.
Jadi baru ngeh, paham tentang kondisi, rupa, wajah, dan paras bandara Soetta ya, saat cuti Februari lalu. Oh, bukan ding, November awal 2015, saya juga ke Jakarta dari Hong Kong, cuman ga transit lama di bandara. Karena saya dapat undangan spesial dari VOI-RRI, Jakarta. Pada Februari lalu, saya harus menginap selama hampir 9 jam di bandara Soetta. Penerbangan dari Bandara internasional Chek Lap Kok, Hong Kong pukul 5 sore. Sampai di Soetta, Cengkareng sekira pukul 10 malam. Setelah melewati imigrasi dan sebagainya, saya harus stranded atau terdampar di bandara semalaman. Sembilan jam di bandara itu nano-nano deh rasanya. Karena penerbangan domestik ke berbagai wilayah baru ada pagi harinya.
Pada mulanya, saya sempat ketar-ketir. Worry tingkat dewa. Karena bayak yang udah berbagi pengalaman, jika TKI yang pulkam terus transit di bandara Soetta, ada yang mengalami penipuan, penjambretan, penculikan bahkan yang super syuuerem dibunuh. Nah loh! Setegar, seberani apapun seorang Susana Nisa, pastinya keder juga, bo! Halah, gitu katanya seorang fighter, hahaha, ternyata saya kalah sama kang Kadoor dalam pembuatan video di fesbuk, wooii...fokus San, ini nulis tentang transit bukan vlog lageeh! Oh haiwo, kembali ke laptop deh. Di sela rasa cemas, khawatir, tamsam or worry itu, saya meyakinkan pada diri sendiri, bahwa Yang Kuasa akan melindungi dan menjaga saya.
Baca alfatehah, ayat qursy dan doa lainnya saya melangkah sambil menenteng tas bawaan (dua koper saya langsung masuk bagasi sejak dari Hong Kong, menuju Malang, jadi ga usah ribet ngurusinnya) menuju eskalator untuk naik ke lantai atas, tempat para penumpang yang akan melanjutkan perjalanan ke daerah masing-masing keesokan paginya. Bersama saya ada beberapa mbak-mbak BMI Hong Kong yang sebelumnya satu pesawat dengan saya. Alhamdulillah, mereka baik semuanya. Sesampai di lantai 2, telah menanti deretan bangku-bangku panjang yang bisa digunakan untuk tempat tidur sementara sampai esok pagi. Bangku-bangku yang beralih fungsi menjadi ranjang sementara para transiter, dipenuhi oleh TKI dari berbagai negara. Korea, Taiwan, Hong Kong, Malaysia, Arab Saudi dan negara penempatan lainnya.
Jadi, di satu malam di bulan Februari lalu, saya tidur di bangku ruang tunggu untuk penerbangan domestik, bandara Soetta. Keesokan paginya, sekira pukul 8.30, terdengar panggilan untuk para penumpang yang akan menuju Malang, Jatim dengan maskapai penerbangan Garuda. Saya hanya sempat menyapu ujung mata dengan tisu without gosok gigi, lalu bergud-bye ria dengan teman-teman sesama transiter. Lanjut menuju counter Garuda untuk check in. Alhamdulillah, tidur semalaman di bandara aman dan selamat. Mungkin saya terlalu paranoid dan terpengaruhi dengan cerita-cerita buruk tentang TKI yang transit di Soetta. Well, namanya juga baru pertama transit. Pake nunggu 9 jam mbak brow, opo ga jamuren rasane nok Bandara!
Sebenarnya saya bisa saja naik Chatay Pacific meski harga tiket mahal, toh si mbok juragan yang membelikan, dari Hong Kong langsung Juanda, Surabaya, no transit Jakarta. Cuman saya kasihan dengan big Brader yang harus menjemput saya ke Juanda malam hari lagi, dengan jarak tempuh malang-Surabaya 3-4 jam PP lagi, sepeda motoran pisan. Terus lagi pas masa cuti habis, big bro harus berangkat subuh dari malang ke surabaya utk ngantar saya, n pp lagi. Lak sakno ta! Lah ora nggowo mobil, San? Mobile nok dealer sek-an hahaha. Kan bisa nyewa jasa travel? Atau nyewa mobil, lalu sekeluarga menjemput di bandara? Haiisst…no way! Sejak dari Brunei dulu, sudah menjadi tradisi jika big bro yang pick me up dengan sepeda motor. Karena selalunya saya tidak mengabarkan kapan saya pulang. Hanya big bro yang tahu. Surprise geetooh! Sehingga Februari lalu saya memutuskan untuk menggunakan jasa penerbangan Garuda Airlines. Transit Jakarta dan baru esok paginya terbang ke Malang.
Jarak rumah saya dengan bandara Abdulrahman Saleh hanya 30 menit, dengan mobil atau sepeda motor. Jadi, keputusan saya untuk transit Jakarta dilanjut terbang ke Malang, saya rasa keputusan yang wise dan memudahkan kakak dalam menjemput saya. Sekira 2 jam penerbangan dari Jakarta ke Malang, Alhamdulillah mendarat dengan selamat di bandara Abdurahman Saleh.
Sebagai seorang aremanita, saya tersenyum bangga melihat sekeliling bandara tersebut. Suasananya bersih, sejuk, dan jauh dari kebisingan. Serasa berada di pegunungan, bukan di bandara. Dengan prosedur yang simple dan tidak terlalu rumit, saya mengambil 2 koper milik saya. Di depan pintu keluar, di tengah kerumunan para penumpang dan mereka yang menjemput sanak keluarga, teman ataupun handai taulan, di sana, big bro tidak sendirian. Ada putri sulungnya yang sudah setinggi saya, padahal waktu saya berangkat ke Hong Kong, gadis kecil itu masih berumur 7 tahun. Sekarang ia menjelma menjadi remaja cantik tinggi semampai. Big bro membantu membawa koper dan tas bawaan milik saya. Bertiga kami berjalan menuju pelataran parkir bandara. Kali ini, bukan sepeda motor yang menunggu, melainkan sebuah mobil bercat biru. Saya sedikit terkesima dan nyengir lebar, kenapa? Karena di badan mobil itu tertulis tiga huruf kapital dengan ukuran besar. LDG (landungsari-dinoyo-gadang), yup, si biru adalah mikrolet milik tetangga saya, buwahaha. Tapi bersyukur, karena penjemputan kali ini sudah ada peningkatan sarana transportasi dari sepeda motor ke mikrolet, hehehe. Saat langkah kami semakin dekat dengan si biru, nampak perempuan itu. Perempuan yang selalu mengharapkan kepulangan saya. Emak. Wajah itu, senyum itu, mata itu, semua masih sama. Hanya keriput mulai nampak nyata di dahi dan matanya. “Na, muleh tenan awakmu nduk!” Tangannya merengkuh tubuh saya. Hampir delapan tahun, dekapan itulah yang selalu saya rindukan. Belaian tangan itu yang selalu saya impikan. Pandang kami beradu, senyumnya terkembang. Tak ada kata yang terucap. Jemari kami bertautan. Kristal bening perlahan jatuh menyusuri pipi keriputnya. Dekapannya semakin erat saat kami berada di dalam si biru yang bergerak perlahan meninggalkan bandara Abdurahman Saleh. “Wellcome Home, San!” Samar saya berbisik lirih pada diri sendiri. Emak masih menggenggam jemari saya. Senyum tipis terlukis di bibirnya. Dan si biru mulai melaju membelah keramaian kota Malang.
Yah, inilah salah satu keuntungan kaum jomblo berhati mulia. Kagak ada yang angen-angen alias arep-arep. Nah ibu kamu? Oh ya, paling yang merindukan saya hanya emak tercinta. Yang semenjak saya merantau untuk kedua kalinya ke Negeri Beton 2009 lalu, selalu menanyakan kapan saya cuti pulang kampung? Dan berkali-kali pula saya memupuskan harapannya. Oh, insya Allah rioyo tahun ngarep mak e, begitu jawab saya. Sepurane ya mak (. Hingga 7 kali hari raya terlewati, saya belum juga mengambil cuti.
Ada rasa bersalah sebenarnya, tapi Alhamdulillah, emak paham dengan sifat putrinya yang beda dengan gadis lainnya. Cie…special in every single thing...that’s me hahaha, kecap mah dimana-mana nomer 1, ya gak? Terus, brader brader kamoh? Mereka kagak miss you apa? Yei leh, mereka mah, ngomong kangen di telpon doang. Mereka paling risih kalo ayas di rumah. Kenapa? Karena saya adalah tipe seorang mbak yang cerewet puol! Dijamin mereka kagak bisa tidur pulas saat saya cuti. Hari-hari mereka bagaikan dalam penjara, karena saya menerapkan sistem militer di rumah. Rumah harus bersih, wangi dan tertata rapi. Tidak boleh ada handuk, gombal, baju atau apalah cemlentang sana sini. Everything must be tidy. Karena sikap saya itu, ketiga brader saya menyematkan nick name, Cino Hong Kong muleh, kalau saya ada di rumah, hahaha. Tapi saya tahu, mereka begitu menyayangi saya dengan cara mereka masing-masing. Kakak dan kedua adik saya, adalah oase yg tdk pernah kering. Mereka seperti air yg selalu menyejukkan setiap kali sifat ngambek, marah dan arogan saya kumat. For me, they are the best gift in my life. I feel fortunate to have them as my siblings.
Mungkin mereka yg merasa nelongso memiliki saudara perempuan seperti saya. Wes cuueerewet, ngueyelan, nguamukan, buawel hhhh...bersabarlah brods, 'coz I love you all :-)
Sebagai anak perempuan satu-satunya, seharusnya saya memiliki hak mutlak untuk di sayang, dimanja dan dilindungi. Tetapi, seperti yang saya tulis sebelumnya, bahwa saya beda and nyleneh dari kebanyakan gadis lain. Karena itu, saya lebih senang merantau untuk merangkai, merajut dan mewujudkan semua impian yang ada di batok kepala saya. Jika gadis lain memakai high heels, maka saya lebih suka memakai sandal jepit. Jika cewek lain suka memoles wajah dengan make up dan bibir bergincu, saya sebaliknya. Wajah selalunya kumut-kumut, berminyak. Namun satu yang patut saya syukuri, bibir sensual dan sexy buwahhahaa, sensor! Sejak kecil tumbuh dengan ketiga saudara laki-laki, empat orang keponakan laki-laki, membuat saya berjiwa maskulin, eits…ojo suudzon ker, ayas mah normal, masih suka dengan lawan jenis atawa lelaki, buktinya? Sila cekidot akun fesbuk Susana Nisa dah, noh sana klik n cek, betapa aike tergila-gila dengan Hyun Bin (Binnie) oppa, Sarang hae, saranganta oppa mumumu:*
Jadi berjiwa maskulin dalam artian, memiliki semangat juang, tegar laksana karang, karena saya merasa terlahir sebagai seorang fighter and not a player. Hal itulah yang membuat saya betah berlama-lama hidup jauh dari sanak keluarga. Bukan tidak merindukan mereka, cuman ada beberapa hal yang cukuplah saya dan Maha Pemilik Cinta yang mengetahuinya, top secret!
Sekarang kembali ke topik awal sesuai judul yang saya tulis. Pengalaman transit pertama di Bandara Soetta, Cengkareng. Meski sejak 2003 saya sudah merantau ke negeri antah berantah, kemudian 2004 akhir saya pulang kampung. Lalu Mei 2005, untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Negeri Bauhinia ini, dan 2009 awal saya pulang. September 2009 saya kembali mengepakkan sayap terbang ke langit Hong Kong hingga saat ini. Selama itu pula, saya tidak pernah melewati bandara Soekarno Hatta. Saya terbang ke negara tujuan dari bandara Juanda Surabaya dan hanya transit di Bandar Seri Begawan, Brunei.
Jadi baru ngeh, paham tentang kondisi, rupa, wajah, dan paras bandara Soetta ya, saat cuti Februari lalu. Oh, bukan ding, November awal 2015, saya juga ke Jakarta dari Hong Kong, cuman ga transit lama di bandara. Karena saya dapat undangan spesial dari VOI-RRI, Jakarta. Pada Februari lalu, saya harus menginap selama hampir 9 jam di bandara Soetta. Penerbangan dari Bandara internasional Chek Lap Kok, Hong Kong pukul 5 sore. Sampai di Soetta, Cengkareng sekira pukul 10 malam. Setelah melewati imigrasi dan sebagainya, saya harus stranded atau terdampar di bandara semalaman. Sembilan jam di bandara itu nano-nano deh rasanya. Karena penerbangan domestik ke berbagai wilayah baru ada pagi harinya.
Pada mulanya, saya sempat ketar-ketir. Worry tingkat dewa. Karena bayak yang udah berbagi pengalaman, jika TKI yang pulkam terus transit di bandara Soetta, ada yang mengalami penipuan, penjambretan, penculikan bahkan yang super syuuerem dibunuh. Nah loh! Setegar, seberani apapun seorang Susana Nisa, pastinya keder juga, bo! Halah, gitu katanya seorang fighter, hahaha, ternyata saya kalah sama kang Kadoor dalam pembuatan video di fesbuk, wooii...fokus San, ini nulis tentang transit bukan vlog lageeh! Oh haiwo, kembali ke laptop deh. Di sela rasa cemas, khawatir, tamsam or worry itu, saya meyakinkan pada diri sendiri, bahwa Yang Kuasa akan melindungi dan menjaga saya.
Baca alfatehah, ayat qursy dan doa lainnya saya melangkah sambil menenteng tas bawaan (dua koper saya langsung masuk bagasi sejak dari Hong Kong, menuju Malang, jadi ga usah ribet ngurusinnya) menuju eskalator untuk naik ke lantai atas, tempat para penumpang yang akan melanjutkan perjalanan ke daerah masing-masing keesokan paginya. Bersama saya ada beberapa mbak-mbak BMI Hong Kong yang sebelumnya satu pesawat dengan saya. Alhamdulillah, mereka baik semuanya. Sesampai di lantai 2, telah menanti deretan bangku-bangku panjang yang bisa digunakan untuk tempat tidur sementara sampai esok pagi. Bangku-bangku yang beralih fungsi menjadi ranjang sementara para transiter, dipenuhi oleh TKI dari berbagai negara. Korea, Taiwan, Hong Kong, Malaysia, Arab Saudi dan negara penempatan lainnya.
Saya sarankan, saat di sini untuk mulai berhati-hati. Jangan terlalu akrab dengan teman yang baru kita kenal. Bukan suudzon atau berprasangka buruk, hanya menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Bawa dan dekap selalu tas yang berisi barang –barang berharga, seperti paspor, uang dll. Jangan pernah menitipkan barang kita atau menerima titipan dari teman sesama transiter. Sekali lagi demi keselamatan kita sendiri. Berbincang iya, saling menyapa boleh, tapi itu tadi, seperlunya dan secukupya saja. Toh, besok pagi kita sudah menuju kota masing-masing. Tapi kan, bisa nambah teman, jalin silaturahmi, San! Lah, tambah teman, silaturahmi gundulmu kuwi! Safety first girls. Keselamatan dulu yang diutamakan. Supaya transit aman, selamat dan lancar.
Sebenarnya saya bisa saja naik Chatay Pacific meski harga tiket mahal, toh si mbok juragan yang membelikan, dari Hong Kong langsung Juanda, Surabaya, no transit Jakarta. Cuman saya kasihan dengan big Brader yang harus menjemput saya ke Juanda malam hari lagi, dengan jarak tempuh malang-Surabaya 3-4 jam PP lagi, sepeda motoran pisan. Terus lagi pas masa cuti habis, big bro harus berangkat subuh dari malang ke surabaya utk ngantar saya, n pp lagi. Lak sakno ta! Lah ora nggowo mobil, San? Mobile nok dealer sek-an hahaha. Kan bisa nyewa jasa travel? Atau nyewa mobil, lalu sekeluarga menjemput di bandara? Haiisst…no way! Sejak dari Brunei dulu, sudah menjadi tradisi jika big bro yang pick me up dengan sepeda motor. Karena selalunya saya tidak mengabarkan kapan saya pulang. Hanya big bro yang tahu. Surprise geetooh! Sehingga Februari lalu saya memutuskan untuk menggunakan jasa penerbangan Garuda Airlines. Transit Jakarta dan baru esok paginya terbang ke Malang.
Jarak rumah saya dengan bandara Abdulrahman Saleh hanya 30 menit, dengan mobil atau sepeda motor. Jadi, keputusan saya untuk transit Jakarta dilanjut terbang ke Malang, saya rasa keputusan yang wise dan memudahkan kakak dalam menjemput saya. Sekira 2 jam penerbangan dari Jakarta ke Malang, Alhamdulillah mendarat dengan selamat di bandara Abdurahman Saleh.
Sebagai seorang aremanita, saya tersenyum bangga melihat sekeliling bandara tersebut. Suasananya bersih, sejuk, dan jauh dari kebisingan. Serasa berada di pegunungan, bukan di bandara. Dengan prosedur yang simple dan tidak terlalu rumit, saya mengambil 2 koper milik saya. Di depan pintu keluar, di tengah kerumunan para penumpang dan mereka yang menjemput sanak keluarga, teman ataupun handai taulan, di sana, big bro tidak sendirian. Ada putri sulungnya yang sudah setinggi saya, padahal waktu saya berangkat ke Hong Kong, gadis kecil itu masih berumur 7 tahun. Sekarang ia menjelma menjadi remaja cantik tinggi semampai. Big bro membantu membawa koper dan tas bawaan milik saya. Bertiga kami berjalan menuju pelataran parkir bandara. Kali ini, bukan sepeda motor yang menunggu, melainkan sebuah mobil bercat biru. Saya sedikit terkesima dan nyengir lebar, kenapa? Karena di badan mobil itu tertulis tiga huruf kapital dengan ukuran besar. LDG (landungsari-dinoyo-gadang), yup, si biru adalah mikrolet milik tetangga saya, buwahaha. Tapi bersyukur, karena penjemputan kali ini sudah ada peningkatan sarana transportasi dari sepeda motor ke mikrolet, hehehe. Saat langkah kami semakin dekat dengan si biru, nampak perempuan itu. Perempuan yang selalu mengharapkan kepulangan saya. Emak. Wajah itu, senyum itu, mata itu, semua masih sama. Hanya keriput mulai nampak nyata di dahi dan matanya. “Na, muleh tenan awakmu nduk!” Tangannya merengkuh tubuh saya. Hampir delapan tahun, dekapan itulah yang selalu saya rindukan. Belaian tangan itu yang selalu saya impikan. Pandang kami beradu, senyumnya terkembang. Tak ada kata yang terucap. Jemari kami bertautan. Kristal bening perlahan jatuh menyusuri pipi keriputnya. Dekapannya semakin erat saat kami berada di dalam si biru yang bergerak perlahan meninggalkan bandara Abdurahman Saleh. “Wellcome Home, San!” Samar saya berbisik lirih pada diri sendiri. Emak masih menggenggam jemari saya. Senyum tipis terlukis di bibirnya. Dan si biru mulai melaju membelah keramaian kota Malang.
Ga sengaja nemu blog ini dr asal klik di komennya mbak Susana di status mbak Andrina Asri, eh masuk lah ke wall trus nemu link blog ini yang ternyata tulisannya keren-keren bangettt. Gefans da ah jadinya!! Apakah mbak skr msh di HK? Sayang sekali sy br plg dr kelayaban kesana, coba klo sebelumnya pasti sy minta ketemu trus poto bareng deh... *serius keren* HEBAT!!
BalasHapusEehhhmmm...makasih complimentnya ya Wen, untung ga pake helm saat baca koment kamu ini hhhh, apa hubungannya coba? Aishh...belum jodoh ya kita...moga next time kalo kamu jjs ke HK dan aku masih di sini, insya Allah bisa ketemu. Kita bisa wefie di landmark2 yg vemouz di hk sini, hehehe...hwaiting dah :-)
BalasHapusPadahal sy disana kmrn ucluk2 sendirian aja mbak, sesekali aja kadang kenal mbak dari Indonesia yg kerja disana, bbrp sy ceritakan di blog sy hehe... *eit jd promo
BalasHapus